TUGAS
ARTIKEL ETIKA BISNIS
NAMA : PRAYOGO
NIM : 1102010129
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
(STIE)
SEMARANG
ETIKA BISNIS DAN PENDIDIKAN
Dalam sistem perekonomian pasar bebas, perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin, sejalan dengan prinsip efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan tersebut pelaku bisnis kerap menghalalkan aneka macam cara tanpa peduli apakah tindakannya melanggar adab dalam berbisnis atau tidak.
Hal ini terjadi akhir administrasi dan karyawan yang cenderung mencari laba semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis, meski perusahaan perusahaan tersebut mempunyai code of conduct dalam berbisnis yang harus dipatuhi seluruh organ di dalam organisasi. Penerapan kaidah good corporate governace di perusahaan swasta, BUMN, dan instansi pemerintah juga masih lemah. Banyak perusahaan melaksanakan pelanggaran, terutama dalam pelaporan kinerja keuangan perusahaan.
Prinsip keterbukaan informasi wacana kinerja keuangan bagi perusahaan terdaftar BEJ contohnya seringkali dilanggar dan terang merugikan para pemangku (stakeholders), terutama pemegang saham dan masyarakat luas lainnya. Berbagai masalah insider trading dan banyaknya perusahaan publik yang disuspend perdagangan sahamnya oleh otoritas bursa memperlihatkan contoh praktik jelek dalam berbisnis. Belum lagi duduk kasus kerusakan lingkungan yang terjadi akhir eksploitasi sumber daya alam dengan alasan mengejar laba setinggi-tingginya tanpa memperhitungkan daya dukung ekosistem lingkungan.
Bisa dibayangkan, dampak konkret akhir ketidak pedulian pelaku bisnis terhadap adab berbisnis yakni budaya korupsi yang semakin serius dan merusak tatanan sosial budaya masyarakat. Jika ini berlanjut, bagaimana mungkin investor asing tertarik menanamkan modalnya di negeri kita? Situasi ini menjadikan pertanyaan wacana mengapa kesemua ini terjadi? Apakah para pengusaha tersebut tidak mendapatkan pembelajaran adab bisnis di dingklik kuliah? Apa yang salah dengan pendidikan kita, lantaran seharusnya forum pendidikan berfungsi sebagai morale force dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran dalam berbisnis?
Bagaimana sebetulnya adab bisnis diajarkan di sekolah kalaupun ada dan di perguruan tinggi tinggi? Etika bisnis merupakan mata kuliah yang diajarkan di lingkungan pendidikan tinggi yang memperlihatkan acara pendidikan bisnis dan manajemen. Beberapa hambatan sering dihadapi dalam menumbuh kembangkan adab bisnis di dunia pendidikan.
Pertama, kekeliruan persepsi masyarakat bahwa adab bisnis hanya perlu diajarkan kepada mahasiswa program manajemen dan bisnis lantaran pendidikan model ini mencetak lulusan sebagai mencetak pengusaha. Persepsi demikian tentu tidak tepat. Lulusan dari jurusan / acara studi nonbisnis yang mungkin diarahkan untuk menjadi pegawai tentu harus memahami adab bisnis. Etika bisnis yakni pola bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha, termasuk dalam berinteraksi dengan stakeholders, termasuk tentunya karyawan.
Etika bisnis sebaik apa pun yang dicanangkan perusahaan dan dituangkan dalam pedoman perilaku, tidak akan berjalan tanpa kepatuhan karyawan dalam menaati norma-norma kepatutan dalam menjalankan acara perusahaan. Kedua, pada acara pendidikan administrasi dan bisnis, adab bisnis diajarkan sebagai mata kuliah tersendiri dan tidak terintegrasi dengan pembelajaran pada mata kuliah lain. Perlu diingat bahwa mahasiswa sebagai subjek didik harus mendapatkan pembelajaran secara komprehensif. Integrasi antara aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif dalam proses pembelajaran harus diutamakan. Sehingga masuk nalar apabila adab bisnis aspek afektif sikap dalam hal ini disisipkan di aneka macam mata kuliah yang ditawarkan. Ketiga, metode pengajaran dan pembelajaran pada mata kuliah ini cenderung monoton. Pengajaran lebih banyak memakai metode ceramah langsung.
Kalaupun disertai penggunaan studi kasus, sayangnya tanpa disertai kejelasan pemecahan duduk kasus dari kasus-kasus yang dibahas. Hal ini disebabkan substansi bahan adab bisnis lebih sering menyangkut kaidah dan norma yang cenderung ajaib dengan standar pola tergantung persepsi individu dan institusi dalam menilai etis atau tidaknya suatu tindakan bisnis. Misalnya, etiskah mengiklankan sesuatu obat dengan menyembunyikan informasi wacana indikasi pemakaian? Atau membahas moral hazard pada masalah kebangkrutan perusahaan sekelas Enron di Amerika Serikat. Keempat, adab bisnis tidak terdapat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
Nilai-nilai moral dan adab dalam berperilaku bisnis akan lebih efektif diajarkan pada ketika usia emas (golden age) anak, yaitu usia 4–6 tahun. Karena itu, pengajarannya harus bersifat tematik. Pada mata pelajaran agama, misalnya, guru sanggup mengajarkan adab bisnis dengan memberi contoh bagaimana Nabi Muhammad SAW berdagang dengan tidak mengambil laba setinggi langit. Kelima, orangtua beranggapan bahwa sesuatu yang mustahil mengajarkan anak di rumah wacana adab bisnis lantaran mereka bukan pengusaha. Pandangan sempit ini dilandasi pemahaman bahwa adab bisnis yakni urusan pengusaha.
Padahal, sebetulnya penegakan adab bisnis juga menjadi tanggung jawab kita sebagai konsumen. Orangtua sanggup mengajarkan adab bisnis di lingkungan keluarga dengan jalan memberi keteladanan pada anak dalam menghargai hak atas kekayaan intelektual (HaKI), contohnya dengan tidak membelikan mereka VCD, game software, dan produk bajakan lain dengan alasan yang penting murah. Keenam, pendidik belum berperan sebagai model panutan dalam pengajaran etika bisnis. Misalnya masih sering kita mendapati fenomena orangtua siswa memberi hadiah kepada gurunya pada ketika kenaikan kelas dengan alasan sebagai rasa terima kasih dan ikhlas.
Pendidik mendapatkan hadiah tersebut dengan bahagia hati dan dengan sengaja memperlihatkan hadiah santunan orangtua siswa tersebut kepada sobat sejawatnya dengan memuji-muji nilai atau besaran hadiah tersebut. Tidakkah kita sadari, kondisi menyerupai ini akan mengatakan kesan mendalam pada anak kita? Mengurangi praktik pelanggaran adab dalam berbisnis merupakan tanggung jawab kita semua. Sebagai pengusaha, tujuan memaksimalkan profit harus diimbangi peningkatan tugas dan tanggung jawab terhadap masyarakat. Perusahaan turut melaksanakan pemberdayaan kualitas hidup masyarakat melalui acara corporate social responsibility (CSR).
Pada ketika kita berperan sebagai konsumen, seyogianya memahami betul hak dan kewajiban dalam menghargai karya orang lain. Orangtua harus menjadi model panutan engan mengatakan contoh baik wacana sikap berbisnis kepada anak sehingga kelak mereka akan menjadi pekerja atau pengusaha yang mengerti betul arti penting adab bisnis. Pemerintah sebagai regulator pasar turut berperan mengawasi praktik negatif para pelaku ekonomi. Sudah saatnya pemerintah mempertimbangkan adab bisnis termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Peran aktif para pelaku ekonomi ini pada karenanya akan menjadikan dunia bisnis di Tanah Air nirwana bagi investor asing.
Kesimpulan komentar :
Dalam dua hal tersebut memang sangat saling terkait, lantaran dunia bisnis harus diawali dari dunia pendidikan (formal atau non formal), bahan yang tawarkan atau diberikan oleh dingklik pendidikan memang sangat variatif dalam hal penyampaiannya ada yang monoton dan ada yang mengeksplor bahan tersebut. Tetapi yang jadi pembahasan kita yakni imbas apa yang ditimbulkan oleh pendidikan adab bisnis dan pendidikan dibangku pendidikan formal maupun non formal.
Pada pembahasan paragraf terakhir artikel tersebut dijelaskan bahwa pendidikan adab bisnis haruslah perlu dipikirkan oleh pemerintah dari proses hingga dengan hasil yang diperoleh, dengan sistem tersebut adab bisnis sudah tentu dikenal oleh anak cucu bangsa semenjak dini ( dari dingklik Sekolah Dasar hingga dengan Perkuliahan) lantaran penanaman moral pada anak didik haruslah dari usia dini.
0 Response to "Etika Bisnis Dan Pendidikan By Prayogo Nim : 1102010129"