Analisis Ekonomi Atas Perkembangan Hukum Bisnis Indonesia
 
Suatu masyarakat yang sehat cenderung menentukan atau membuat hukum-hukum yang sanggup mempromosikan efisiensi ekonomi. Untuk mengukur apakah aturan yang dipilih atau diciptakan turut mempromosikan efisiensi ekonomi, maka diharapkan pendekatan terhadap aturan yang tidak semata-mata aturan an sich. Oleh alasannya yaitu itu goresan pena ini membahas suatu pendekatan terhadap aturan yang semakin hari semakin berkembang, yakni “Economic Analysis of Law”.
Dalam goresan pena ini juga dikemukakan perkembangan Economic Analysis of Law di Indonesia, serta beberapa pola aplikasi, sehingga sanggup dilihat bahwa pendekatan ekonomi atas aturan memang relevan dan bermanfaat bagi perkembangan aturan di Indonesia. Dalam hal ini secara umum fokus pembahasannya yaitu mengenai fenomena-fenomena yang menjadi kecenderungan di bidang aturan bisnis, yang secara implisit maupun eksplisit sanggup menimbulkan ketidakefisienan (inefficient). Kecenderungan-kecenderungan tersebut berkenaan dengan diwajibkannya pelibatan profesi aturan tertentu dalam memenuhi syarat dan mekanisme peraturan perundang-undangan, ketidakefisienan dalam pembentukan lembaga-lembaga pendukung di bidang aturan bisnis, serta adanya ketidakharmonisan antar peraturan perundang-undangan.
Analisis Ekonomi Atas Hukum
Bidang Analisis Ekonomi Atas Hukum, atau yang umumnya dikenal sebagai “Economic Analysis of Law” dianggap muncul pertama kali melalui pemikiran utilitarianisme Jeremy Bentham (1789), yang menguji secara sistemik bagaimana orang bertindak berhadapan dengan insentif-insentif aturan dan mengevaluasi hasil-hasilnya berdasarkan ukuran-ukuran kesejahteraan sosial (social welfare). Pemikiran utilitarianisme aturan Bentham tersebut tersebar dalam tulisan-tulisannya berupa analisis atas aturan pidana dan penegakannya, analisis mengenai hak milik (hukum kepemilikan), dan ’substantial treatment’ atas proses-proses hukum. Namun pemikiran ala Bentham tersebut mandeg hingga tahun 1960-an, dan gres berkembang pada awal tahun 1970-an, dengan dipelopori oleh pemikiran-pemikiran dari Ronald Coasei (1960), dengan artikelnya yang membahas permasalahan eksternalitas dan tanggung jawab hukum; Becker (1968), dengan artikelnya yang membahas kejahatan dan penegakan hukum; Calabresi (1970), dengan bukunya mengenai aturan kecelakaan; dan Posner (1972), dengan buku teksnya yang berjudul “Economic Analysis of Law” dan penerbitan “Journal of Legal Studies”.ii
Secara garis besar Analisis Ekonomi Atas Hukum menerapkan pendekatannya untuk menawarkan sumbangan pikiran atas dua permasalahan dasar mengenai aturan-aturan hukum. Yakni analisis yang bersifat ‘positive’ atau ‘descriptive’, berkenaan dengan pertanyaan apa imbas aturan-aturan aturan terhadap tingkah laris orang yang bersangkutan (the identification of the effects of a legal rule); dan analisis yang bersifat ‘normative’, berkenaan dengan pertanyaan apakah imbas dari aturan-aturan aturan sesuai dengan impian masyarakat (the social desirability of a legal rule). Pendekatan yang digunakan Analisis Ekonomi Atas Hukum terhadap dua permasalahan dasar tersebut, yaitu pendekatan yang biasa digunakan dalam analisis ekonomi secara umum, yakni menjelaskan tingkah laku, baik insan secara perorangan maupun perusahaan-perusahaan, yang berwawasan ke depan (forward looking) dan rasional, serta mengadopsi kerangka kesejahteraan ekonomi untuk menguji impian masyarakat.iii
Steven Shavell, professor di Harvard Law School, menjelaskan lebih lanjut mengenai analisis yang bersifat deskriptif dan normatif dari Analisis Ekonomi Atas Hukum dengan mengemukakan manfaat atau tujuan final dari analisis dimaksud. Dengan analisis deskriptif sanggup dikatakan rasional, bilamana orang bertindak untuk memaksimalkan tujuan atau keuntungan yang diharapkannya. Sebagai pola yaitu pertanyaan mengapa orang sangat berhati-hati dalam mengendarai kendaraannya, walaupun contohnya orang tersebut mempunyai asuransi, sanggup dijawab dengan kemungkinan bahwa ia tidak mau mengalami luka akhir kecelakaan, adanya ketentuan mengenai tanggung jawab atau adanya resiko diajukan ke pengadilan. Sedangkan dengan analisis normatif sanggup diterangkan bahwa satu aturan aturan tertentu lebih baik dari aturan aturan lain bilamana menawarkan level tertinggi bagi ukuran kesejahteraan sosial. Contoh yang sanggup diberikan contohnya bilamana masyarakat menghendaki untuk meminimalisasi jumlah kecelakaan kemudian lintas, maka aturan aturan yang terbaik yaitu yang menawarkan eksekusi atau hukuman bagi penyebab-penyebab kecelakaan.iv
Perkembangannya sekarang, Analisis Ekonomi Atas Hukum tidak terbatas pada dua permasalahan dasar sebagaimana dijelaskan di muka, namun meluas pada setiap penggunaan prinsip-prinsip ekonomi terhadap permasalahan-permasalahan aturan dan kebijakan publik. Hal ini sanggup dilihat dari pengertian Economic Analysis of Law yang diberikan oleh William and Mary School of Law dalam ensiklopedia onlinenya sebagai berikut :
“A study of many applications of economic reasoning to problems of law and public policy including economic regulation of business; antitrust enforcement; and more basic areas such as property rights, tort and contract law and remedies, and civil or criminal procedures. No particular background in economics is required; relevan economic concepts will developed through analysis of various legal applications.”v
Perkembangan Analisis Ekonomi Atas Hukum Di Indonesia
Tidak sanggup dipungkiri bahwa unsur ekonomi dalam pembuatan kebijakan, baik pada tingkat pembentukan, implementasi maupun enforcement peraturan perundang-undangan telah sangat kuat di Indonesia. Secara resmi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) memutuskan salah satu arah Kebijakan Program Pembangunan Nasional Bidang Hukum, yakni berbagi peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi kurun perdagangan bebas. Tentunya arah kebijakan tersebut merupakan satu indikator kuatnya imbas atau tujuan ekonomi dalam perkembangan aturan di Indonesia.
Memang secara teoritis konseptual, fatwa Analisis Ekonomi Atas Hukum belum fenomenal dan melembaga di Indonesia, sebagaimana menimpa juga aliran-aliran aturan lain. Sehubungan dengan tanda-tanda tersebut, relevan mengemukakan pendapat Ifdhal Kasim, bahwa di Indonesia kajian-kajian yang merupakan kritik-teori atau keyakinan atas suatu paradigma atau pendekatan tertentu dalam kajian aturan kurang berkembang. Ahli-ahli aturan di Indonesia kurang bernafsu dalam melaksanakan penjelajahan teoritis atas banyak sekali paradigma dalam ilmu aturan atau taking doctrine seriously.vi Meskipun demikian perbincangan mengenai Analisis Ekonomi Atas Hukum bukannya sama sekali tidak ada. Hal ini sanggup dilihat contohnya dalam teks oratio dies Universitas Nasrani Parahyangan Bandung pada tahun 1995, dengan mengemukakan kerangka berpikir :
1.   Berdasarkan pengamatan empiris upaya proteksi lingkungan yang hanya digantungkan pada penggunaan instrumen aturan (legal instruments) terbukti kurang efektif.
2.   Praktek-praktek proteksi lingkungan di negara lain, ternyata sudah menerapkan konsep mixed-tools of compliance, dimana instrumen ekonomi (economic instruments) merupakan salah satu insentif yang membuat potensial pencemar mematuhi ketentuan Hukum Lingkungan.
3.   Terdapat ketentuan dalam peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup yang menawarkan dasar aturan yang kuat untuk menerapkan konsep mixed-tools of compliance.vii
Konsern atas pendekatan ekonomi terhadap aturan juga diberikan oleh Thee Kian Wie, yang menekankan perlunya aspek ekonomi diperhatikan dalam implementasi UU No. 5/1999 dengan mengemukakan bahasan pengkategorian monopoli, persaingan tidak sehat, kartel, price fixing, market division, merger, cross-shareholding, dan sebagainya.viii Tidak kalah menariknya juga pembahasan Heru Supraptomo terhadap Hukum Perbankan dengan pendekatan ekonomi. Sambil mengutip pendapat Posner, ia menyatakan bahwa :
“…, ilmu ekonomi merupakan suatu alat yang sempurna (a powerfull tool) untuk melaksanakan analisis terhadap permasalahan-permasalahan aturan yang terjadi di lingkungan kita. Pendekatan analisis ekonomi terhadap aturan ini belum berkembang di Indonesia. Walaupun begitu, pemikiran-pemikiran ataupun dasar-dasar ilmu ekonomi sudah diterapkan dalam membentuk ketentuan-ketentuan dalam aturan perbankan.”ix
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka sanggup disimpulkan bahwa impian untuk melibatkan prinsip atau teori ekonomi dalam perkembangan aturan di Indonesia telah tampak, meskipun masih belum sebagaimana yang diharapkan. Kajian yang semakin sadar dan berkesinambungan tentunya akan lebih menawarkan manfaat bagi perancangan sistem hukum, pembentukan, penerapan dan enforcement peraturan perundang-undangan, mengingat sebagaimana perkembangan di Amerika Serikat, pendekatan ekonomi atas aturan telah menggejala di setiap bidang hukum.
Implementasi Dalam Hukum Bisnis
Guna memperjelas pembahasan mengenai Analisis Ekonomi Atas Hukum, terutama implementasinya dalam bidang aturan bisnis di Indonesia, maka di bawah akan dikritisi beberapa permasalahan yang kasatmata yang dihadapkan dengan prinsip efisiensi ekonomi (economic efficiency). Pemilihan prinsip efisiensi ini berdasarkan pada kemudahannya untuk dipahami, alasannya yaitu tidak memerlukan rumusan-rumusan teknis ilmu ekonomi atau rumus berupa angka-angka. Yang menjadi fokus perhatian yaitu berkenaan dengan kemungkinan munculnya ketidakefisienan (inefficiency) dari pembentukan, penerapan maupun enforcement dari peraturan perundang-undangan.
Pertama berkenaan dengan kecenderungan diwajibkannya pelibatan profesi aturan tertentu dalam memenuhi syarat dan mekanisme peraturan perundang-undangan. Hal ini contohnya terlihat dalam Pasal 5 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 wacana Jaminan Fidusia (UUJF), yang mengharuskan dibuatnya pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dengan sertifikat notaris. Sutan Remy Sjahdeini menawarkan komentar terhadap pasal tersebut dengan menyampaikan tidak jelasnya alasan harus dibuatnya pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia secara notariil, mengingat di dalam praktik selama ini, perjanjian Fidusia cukup dibuat dengan sertifikat di bawah tangan.x
Bilamana keharusan tersebut dihubungkan dengan kewajiban selanjutnya berupa registrasi di Kantor Pendaftaran Fidusia, tentunya juga masih sanggup dipertanyakan kemanfaatan pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia secara notariil tersebut dibandingkan dengan pembebanan secara di bawah tangan. Secara hemat pembebanan secara notariil akan sangat memberatkan para debitor, terutama bagi debitor pengusaha lemah. Bahkan terjadi dalam praktik kini ini, walaupun mengenai biaya pembuatan sertifikat telah diatur dengan Peraturan Pemerintah, namun alasannya yaitu tidak ada pilihan lain kecuali menggunakan jasa notaris yang ijin prakteknya di tempat yang bersangkutan, maka notaris tersebut sanggup secara adikara untuk memutuskan besarnya biaya pembuatan akta.
Sebelumnya berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 wacana Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) ditetapkan juga bahwa derma Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Alasan penerapan ketentuan ini yaitu bahwa PPAT merupakan pejabat umum yang berwenang membuat sertifikat pemindahan hak atas tanah dan sertifikat lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, yang bentuk aktanya ditetapkan, sebagai bukti dilakukannya perbuatan aturan tertentu mengenai tanah yang terletak di tempat kerjanya.
Terhadap ketentuan UUHT inipun disampaikan kritik yang sama berkenaan dengan pembebanan yang secara hemat memberatkan debitor pengusaha lemah. Menanggapi hal tersebut melalui Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1996 wacana Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-kredit Tertentu, pemerintah menawarkan kemungkinan bagi SKMHT jenis kredit tertentu berlaku hingga berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan.
Kecenderungan tersebut juga terlihat dalam Rancangan Undang-undang Perkreditan Perbankan (RUU-PP) yang dibuat oleh DPR, yang memutuskan bahwa sertifikat perjanjian kredit dibuat di hadapan notaris.xi Oleh alasannya yaitu itu terdapat pandangan sinis di masyarakat dengan menyebutkan peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan menyerupai itu sebagai hasil dari ‘Notaris Connection”.
Kritik inefisiensi terhadap notaris sebagaimana dibahas di atas juga menimpa profesi aturan lain, yakni penasehat hukum. Pasal 5 Undang-undang Kepailitan, memutuskan bahwa permohonan berkenaan dengan proses kepailitan harus diajukan oleh seorang penasehat aturan yang mempunyai izin praktek (dalam hal ini izin praktek pengacara kepailitan). Permohonan tersebut antara lain berupa permohonan pernyataan pailit, permohonan sita jaminan dan penunjukan kurator, permohonan Kasasi, pengajuan Memori Kasasi, permohonan Peninjauan Kembali, permohonan penangguhan sementara, pengangkatan penangguhan dan perubahan syarat-syarat penangguhan, tuntutan penghapusan perdamaian, serta permohonan rehabilitasi di bidang kepailitan. Alasan diwajibkannya penggunaan penasehat aturan yang mempunyai izin praktek tersebut, memang masuk di nalar bilamana dihubungkan dengan singkatnya waktu yang diharapkan dalam proses program kepailitan serta diperlukannya spesialisasi dan professionalitas pengacara kepailitan. Namun ditinjau dari perspektif adanya pembatasan bagi kalangan tertentu untuk ikut dalam ujian kepengacaraan, menyerupai kalangan internal corporate lawyer BUMN, maka secara hemat bagi perusahaan-perusahaan BUMN, Pasal 5 Undang-undang Kepailitan akan sangat memberatkan. Hal tersebut terjadi alasannya yaitu dianggapnya pegawai BUMN sebagai Pegawai Negeri Sipil, sehingga tidak diperkenankan ikut dalam ujian kepengacaraan. Padahal bilamana internal corporate lawyer BUMN diperkenankan mempunyai sertipikat pengacara kepailitan, maka proses program kepailitan tidak perlu diwakili oleh external corporate lawyer yang berbiaya tinggi.
Kedua berkenaan dengan ketidakefisienan dalam pembentukan lembaga-lembaga pendukung di bidang aturan bisnis. Misalnya pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)xii, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)xiii, dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)xiv yang dilakukan secara terpisah dan berdiri sendiri-sendiri pada gilirannya akan menimbulkan pemborosan. Segala biaya untuk pelaksanaan kiprah lembaga-lembaga tersebut dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Padahal di Amerika Serikat sendiri sebagai negara pencetus persaingan perjuangan sehat dan proteksi konsumen, kiprah sebagaimana dibebankan kepada KPPU, BPKN dan BPSK dicakup atau merupakan kiprah satu forum yang berjulukan Federal Trade Commission (FTC). Sebagai materi perbandingan di bawah ini dikutipkan posisi dan kiprah FTC antara lain sebagai berikut :
“The basic objective of the FTC is to promote free and fair trade competition in the American economy. … It provides guidance to business and industry on what they may do under the laws administered by the commission. It also gathers and makes available to Congress, the president, and the public factual data on economic and business conditions.
The FTC consists of five commissioners who are appointed for 7-year terms by the president, with the advice and consent of the Senate. Not more than three of the commissioners may be members of the same political party. One commissioner is chosen as chair by the president.
The most prominent and active consumer protection agency this year was the Federal Trade Commission.”xv
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka pendekatan ekonomi relevan dikemukakan berkenaan dengan gagasan pembentukan forum penunjang aturan bisnis, sehingga nilai efisiensi dari pembentukan forum tersebut sanggup dimaksimalisasi. Contohnya bilamana suatu forum yang digagas, tugas-tugasnya mendekati atau sanggup dibebankan kepada forum yang sudah ada, maka tidak perlu membentuk forum baru.
Permasalahan lain yang sanggup menimbulkan inefisiensi yaitu ketidakharmonisan antara satu peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam hal ini sanggup dikemukakan contohnya adanya ketentuan aturan yang menyimpang dari prinsip pokok pengembangan forum non-litigasi, terutama kewajiban pengadilan untuk menolak kasus dimana para pihak sendiri telah menentukan penyelesaian secara non-litigasi. Ketentuan tersebut tampak pada ketentuan Pasal 45 ayat (4) Undang-undang No. 8 Tahun 1999 wacana Perlindungan Konsumen, yakni yang mengatur sebagai berikut :
“Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, somasi melalui pengadilan hanya ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.”
Pasal menyerupai ini tidak menawarkan kepastian hukum. Seyogyamya bila upaya penyelesaian di luar pengadilan telah dipilih oleh para pihak, upaya tersebut harus dilalui sebagaimana mestinya, dan pengadilan wajib untuk menolak gugatannya. Ketentuan Pasal 3 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 wacana Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, memutuskan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
Contoh lain ketidakharmonisan antar peraturan perundang-undangan yang sanggup menimbulkan inefisiensi yaitu mengenai wajib simpan dokumen perusahaan. Pasal 11 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1997 wacana Dokumen Perusahaan, bertujuan untuk mereformasi Pasal 6 Kitab Undang-undang Hukum Dagang dengan mengurangi jangka waktu kewajiban menyimpan dokumen perusahaan yang tadinya 30 (tiga puluh) tahun menjadi 10 (sepuluh) tahun. Namun berhadapan dengan ketentuan mengenai daluarsa, pembaruan jangka waktu tersebut menjadi tidak berarti. Sehingga pilihan untuk memaksimalisasi efisiensi ruang, waktu dan biaya dalam pemeliharaan dokumen dengan kemungkinan memusnahkannya sehabis lewat waktu 10 tahun, berhadapan dengan kemungkinan kerugian yang lebih besar yang akan timbul dari proses pembuktian di pengadilan. Apalagi bila hal tersebut ditambah dengan kekakuan pengadilan dalam mendapatkan bukti yang hanya berupa bukti-bukti tertulis saja, sehingga pengalihan dokumen perusahaan dalam bentuk paperless media yang juga dimungkinkan berdasarkan Pasal 12 Undang-undang Dokumen Perusahaan akan semakin memperburuk kondisi inefisiensi.
Penutup
Dengan memaparkan perkembangan Analisis Ekonomi Atas Hukum, serta melibatkannya dalam kebijakan dan praktik aturan di Indonesia, maka menjadi lebih terbuka kemungkinan perubahan paradigma serta lebih banyak alternatif pemikiran yang sanggup disumbangkan dalam pengkajian aturan di Indonesia. Tulisan ini merupakan pengantar bagi studi yang lebih jauh terhadap Analisis Ekonomi Atas Hukum, namun demikan pada tingkatnya yang sangat minimal telah sanggup memunculkan salah satu kritik penting berkenaan dengan duduk kasus economic efficiency yang secara tidak sadar ada dalam perkembangan aturan bisnis di Indonesia. Oleh alasannya yaitu itu relevan kiranya untuk masa yang akan datang, memfungsikan model Analisis Ekonomi Atas Hukum disamping model teori aturan lain ke segenap proses aturan di Indonesia, baik dalam tingkat pembentukan, penerapan atau penegakan aturan dan dalam menganalisis keyakinan serta menguji keabsahan suatu sistem sosial dan kebijakan-kebijakan tertentu.
Kepustakaan
  • Heru Supraptomo, Analisis Ekonomi Terhadap Hukum Perbankan, Newsletter Pusat Pengkajian Hukum, No. 28 - Tahun VIII, Jakarta, 1997.
  • Ifdhal Kasim, Mempertimbangkan ‘Critical Legal Studies’ Dalam Kajian Hukum di Indonesia, Wacana (Jurnal Ilmu Social Transformatif), Edisi 6, Tahun II, Jakarta, 2000.
  • Louis Kaplow dan Steven Shavell, Economic Analysis of Law, National Bureau of Economic Research, Cambridge, 1999.
  • Stefanus Haryanto, Pendekatan Ekonomi Dalam Upaya Perlindungan Lingkungan, teks oratio dies, Jakarta, 1995.
  • Steven Shavell, Economic Analysis of Law, materi “Harvard University Online Course”, http://www.hls.edu/.
  • Sutan Remy Sjahdeini, Komentar Pasal Demi Pasal Undang-undang No. 42 Tahun 1999 wacana Jaminan Fidusia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 10, Jakarta, 2000.
  • Thee Kian Wie, Aspek-aspek Ekonomi Yang Perlu Diperhatikan Dalam Implementasi UU No. 5/1999, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 7, Jakarta, 1999.
Endnote
i) Ronald Coase yaitu pemenang hadiah Nobel bidang ekonomi. Pendekatannya populer dengan nama ‘the Coase Theorem’, yang memberi penafsiran gres terhadap teori eksternalitas (externality), yakni berkenaan dengan analisis situasi di mana tindakan seseorang menjadikan beban biaya (atau keuntungan) bagi orang lain.
ii) Louis Kaplow dan Steven Shavell, Economic Analysis of Law, National Bureau of Economic Research, Cambridge, 1999, hal. 1.
iii) Ibid., dan Steven Shavell, Economic Analysis of Law, materi “Harvard University Online Course”, http://www.hls.edu/, Chapter 1, hal. 1.
iv) Steven Shavell, Economic Analysis of Law, Chapter 1, hal. 1.
v) Definisi yang diberikan website resmi William and Mary School of Law, http://www.wm.edu/.
vi) Ifdhal Kasim, Mempertimbangkan ‘Critical Legal Studies’ Dalam Kajian Hukum di Indonesia, Wacana (Jurnal Ilmu Social Transformatif), Edisi 6, Tahun II - 2000, hal. 23.
vii) Stefanus Haryanto, Pendekatan Ekonomi Dalam Upaya Perlindungan Lingkungan, 1995, hal. 2.
viii) Thee Kian Wie, Aspek-aspek Ekonomi Yang Perlu Diperhatikan Dalam Implementasi UU No. 5/1999, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 7, 1999, hal 60.
ix) Heru Supraptomo, Analisis Ekonomi Terhadap Hukum Perbankan, Newsletter Pusat Pengkajian Hukum, No. 28/Tahun VIII/Maret/1997, Jakarta, hal. 4.
x) Sutan Remy Sjahdeini, Komentar Pasal Demi Pasal Undang-undang No. 42 Tahun 1999 wacana Jaminan Fidusia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 10, 2000, hal. 43.
xi) Pasal 27 Rancangan Undang-undang Perkreditan Perbankan (draft pertama).
xii) Dibentuk berdasarkan Pasal 30 ayat (1) UU No. 5/1999 wacana Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
xiii) Dibentuk berdasarkan Pasal 31 UU No. 8/1999 wacana Perlindungan Konsumen.
xiv) Dibentuk berdasarkan Pasal 49 UU No. 8/1999 wacana Perlindungan Konsumen.
xv) Microsoft Encarta Reference Suite 2001, CD-ROM Encyclopedia.
 
 
 
 
 
 

Artikel Etika Bisnis (Tulisan)

Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos”, yang berarti tabiat kesusilaan atau moral kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga moral kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melaksanakan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika yaitu untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika yaitu Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan jelek insan sejauh yang sanggup dipahami oleh pikiran manusia.
Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
• Susila (Sanskerta), lebih memperlihatkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
• Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan wacana pembahasan Etika, sebagai berikut:
·                     Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari duduk kasus perbuatan atau tindakan manusia.
·                     Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang menempel dalam kodrat insan (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laris atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau jago berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu wacana kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan pecahan utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
3. Ilmu tabiat insan yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
4. Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
5. Menurut para jago maka etika tidak lain yaitu aturan prilaku, moral kebiasaan insan dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah:
• Ilmu wacana apa yang baik dan yang buruk, wacana hak dan kewajiban moral.
• Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak
• Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.
Etika terbagi atas dua :
a. Manusia Etika umum ialah etika yang membahas wacana kondisi-kondisi dasar bagaimana itu bertindak secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan pegangan insan untuk bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian baik buruknya suatu tindakan.
b.Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus contohnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan lainnya).
Bisnis yaitu suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan kegiatan dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibuat untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan menyerupai ini, contohnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis menyerupai ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melaksanakan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri mempunyai tiga penggunaan, tergantung skupnya, penggunaan singular kata bisnis sanggup merujuk pada tubuh usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan hemat yang bertujuan mencari keuntungan atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas sanggup merujuk pada sektor pasar tertentu, contohnya “bisnis pertelevisian.” Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh kegiatan yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi “bisnis” yang sempurna masih menjadi materi perdebatan hingga dikala ini. Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis yaitu cara-cara untuk melaksanakan kegiatan bisnis, yang meliputi seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini meliputi bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan aturan yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, alasannya yaitu dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988), menawarkan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laris etika bisnis, yaitu :
a)      Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh alasannya yaitu itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang sanggup memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
b)      Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya mempunyai hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laris tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan mengakibatkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
c)      Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam menawarkan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika bisnis dalam perusahaan mempunyai kiprah yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan membuat nilai (value-creation) yang tinggi, diharapkan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem mekanisme yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Haruslah diyakini bahwa intinya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, alasannya yaitu :
1.            Mampu mengurangi biaya akhir dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
2.            Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
3.            Melindungi prinsip kebebasan berniaga.
4.            Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan jawaban dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, contohnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan sanggup menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk perusahaan yang mempunyai peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, contohnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas yaitu aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh alasannya yaitu itu, perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya.

Dalam membuat etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1.            Pengendalian diri
2.            Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3.            Mempertahankan jati diri dan tidak gampang untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4.            Menciptakan persaingan yang sehat
5.            Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6.            Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7.            Mampu menyatakan yang benar itu benar
8.            Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9.            Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10.         Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa mempunyai terhadap apa yang telah disepakati
11.         Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Etika bisnis merupakan aspek penting dalam membangun kekerabatan bisnis dengan pihak lain. Sukses atau gagalnya suatu bisnis sangat ditentukan oleh etika bisnis seseorang. Etika bisnis yang baik juga sanggup membangun komunikasi yang lebih baik dan berbagi sikap saling percaya antarsesama pebisnis. Ada dua hal yang harus Anda perhatikan dalam berbisnis. Yang pertama yaitu memerhatikan kepentingan dan menjaga perasaan orang lain. Yang kedua yaitu mencegah terjadinya salah paham dengan orang lain, alasannya yaitu masing-masing budaya atau negara mempunyai etika bisnis yang berbeda. Meski begitu, terdapat beberapa etika yang berlaku umum. Perilaku dan sikap Anda bisa mencerminkan wacana diri Anda. Perilaku juga mencerminkan tabiat Anda sehingga ada beberapa hal yang harus dihindari. Perilaku yang hanya mementingkan diri sendiri, tidak disiplin, dan tidak bisa dipercaya, sanggup membuat bisnis tidak berkembang. Etika bisnis yang sempurna sanggup membangkitkan sifat-sifat yang positif. Tunjukkan sifat positif Anda. Misalnya, Anda perlu tahu kapan harus memperlihatkan perhatian dan belas kasih tanpa menjadi emosional. Tanamkanlah rasa percaya pada diri sendiri tanpa harus bersifat sombong. Dengan mempelajari etika bisnis, Anda akan memperlihatkan bahwa diri Anda mempunyai pikiran yang terbuka, sehingga akan membuat Anda dihargai oleh orang lain.
Semua etika bisnis yang baik harus didasari dengan kepekaan dan tenggang rasa. Sebaiknya Anda pelajari etika umum (termasuk juga dari negara-negara lain), mulai dari cara merespon, menyapa, dan sebagainya. Hal ini akan bisa membangun kekerabatan bisnis yang kuat. Anda juga harus berbicara secara hati-hati. Saat bicara pada rekan bisnis sebaiknya pikirkan kata-kata yang tepat, biar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, menyerupai contohnya membuat orang tersinggung. Etika bisnis mendorong kehati-hatian dalam berkomunikasi dan menentukan bentuk-bentuk ekspresi yang bisa diterima. Cobalah untuk berpakaian secara tepat, berdiri dan duduk di tempat sesuai dengan posisi Anda pada waktu yang tepat. Jaga postur tubuh yang baik, sehingga akan membuat kesan yang baik dan menghindari kesalahpahaman.
Perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang mempunyai peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis contohnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan yang berkualitas yaitu aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh alasannya yaitu itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan. Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam administrasi korporasi yakni dengan cara menuangkan etika bisnis dalam suatu instruksi etik (code of conduct), memperkuat sistem pengawasan, menyelenggarakan pembinaan (training) untuk karyawan secara terus menerus.
2.2. CONTOH KASUS
KASUS ETIKA BISNIS INDOMIE DI TAIWAN 
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan wacana sikap bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melaksanakan kegiatan dan berbagi diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas yaitu persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang menerima larangan untuk beredar di Taiwan alasannya yaitu disebut mengandung materi pengawet yang berbahaya bagi insan dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket populer juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini menerima perhatian Anggota dewan perwakilan rakyat dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan duduk kasus terkait produk Indomie itu, secepatnya bila bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX dewan perwakilan rakyat akan meminta keterangan wacana masalah Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) yaitu materi pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan wacana adanya zat berbahaya bagi insan dalam masalah Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas masuk akal dan kondusif untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan kondusif untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam masakan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa menjadikan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional wacana regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan alasannya yaitu standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah masalah Indomie ini.
III. PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Etika bisnis dalam perusahaan mempunyai kiprah yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan mempunyai daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan membuat nilai (value-creation) yang tinggi, diharapkan suatu landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem mekanisme yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Seperti pada masalah Indomie duduk kasus yang terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai kandungan-kandungan apa saja yang terkandung dalam produk mie tersebut sehingga Taiwan mempermasalahkan kandungan nipagin yang ada dalam produk tersebut. Padahal berdasarkan BPOM kandungan nipagin yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut, kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas masuk akal dan kondusif untuk dikonsumsi. Selain itu standar di antara kedua Negara yang berbeda Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision dan alasannya yaitu Taiwan bukan merupakan anggota Codec sehingga harusnya produk Indomie tersebut tidak dipasarkan ke Taiwan.
3.2. SARAN
Bagi perusahaan Indomie sebaiknya memperbaiki etika dalam berbisnis, harus transparan mengenai kandungan-kandungan apa saja yang terkandung dalam produk mie yang mereka produksi biar tidak ada permasalah dan keresahan yang terjadi akhir informasi yang kurang bagi para konsumen wacana masakan yang akan mereka konsumsi.
SUMBER REFERENSI :
http://rkarinanovianaputri.blogspot.com/2009/10/minggu-18-oktober-2009-makalah-etika.htm
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/etika-bisnis-dan-pendidikan 
http://rkarinanovianaputri.blogspot.com/2009/10/minggu-18-oktober-2009-makalah-etika.htm
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/etika-bisnis-dan-pendidikan" rel="nofollow" target="_blank"> /search?q=minggu-18-oktober-2009-makalah-etika.htm" rel="nofollow" target="_blank">http://rkarinanovianaputri.blogspot.com/2009/10/minggu-18-oktober-2009-makalah-etika.htm
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/etika-bisnis-dan-pendidikan

http://rkarinanovianaputri.blogspot.com/2009/10/minggu-18-oktober-2009-makalah-etika.htm
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/etika-bisnis-dan-pendidikan" rel="nofollow" target="_blank"> /search?q=minggu-18-oktober-2009-makalah-etika.htm" rel="nofollow" target="_blank">http://rkarinanovianaputri.blogspot.com/2009/10/minggu-18-oktober-2009-makalah-etika.htm
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/etika-bisnis-dan-pendidikan
http://www.ciputraentrepreneurship.com/bina-usaha/49-rencana-bisnis/6350-etika-bisnis-yang-baik.html
http://niknok.blogspot.com/etika-bisnis.html
/search?q=minggu-18-oktober-2009-makalah-etika.htm" rel="nofollow" target="_blank">http://rkarinanovianaputri.blogspot.com/2009/10/minggu-18-oktober-2009-makalah-etika.htm
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/etika-bisnis-dan-pendidikan
http://novrygunawan.wordpress.com/2010/11/28/contoh-kasus-etika-bisnis-kasus-di-tolaknya-indomie-di-taiwan-tugas-etika-bisnis-ke-2/