Sunan Kalijaga yakni putra Adipati Tuban yang berjulukan Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syaikh Subakir). Ia yakni murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga memakai kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti Syaikh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri.
Sunan Kalijaga berjulukan orisinil Raden Said. Ayahnya, Tumenggung Wilatikta, walaupun ia termasuk keturunan Ranggawale yang beragama Hindu, tapi Tumenggung Wilatikta sendiri sudah masuk agama Islam. Sejak kecil Raden Said sudah diperkenalkan kepada agama Islam oleh guru agama di Kadipaten Tuban. Tetapi alasannya yakni melihat keadaan sekitar atau lingkungan yang pertentangan dengan kehidupan rakyat jelata maka jiwa Raden Said berontak. Gelora jiwa muda Raden Said seakan meledak-ledak manakalamelihat praktek oknum pejabat kadipaten Tuban yang kerap memeras penduduk atau rakyat jelata.
Rakyat yang pada waktu itu sudah sangat menderita karena ekspresi dominan kemarau panjang, semakin sengsara, mereka harus membayar pajak yang kadangkala tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Bahkan jauh dari kemampuan mereka. Seringkali jatah mereka untuk persediaan menghadapi ekspresi dominan panen berikutnya sudah disita para penarik pajak.
Walau Raden Said putera seorang bangsawan, ia lebih menyukai kehidupan bebas, yang tidak terikat watak istiadat kebangsawanan. Dia gemar bergaul dengan rakyat jelata atau dengan segala lapisan masyarakat, dari yang paling bawah sampai yang paling atas. Justru alasannya yakni pergaulannya yang supel itulah ia banyak mengetahui seluk beluk kehidupan rakyat Tuban. Selanjutnya ia bertahun-tahun mencar ilmu kepada Sunan Bonang, dengan meninggalkan ayah dan ibunya serta adikknya. Karena Raden Said tidak bersedia menggantikan kedudukan ayahnya, alhasil kedudukan Adipati Tuban diberikan kepada cucunya sendiri yaitu putera Dewi Rasawulan dan Empu Supa.
Raden Said meneruskan pengembaraannya berdakwah di Jawa Tengah sampai ke Jawa Barat. Beliau sangat berakal dan bijaksana dalam berdakwah sehingga sanggup diterima dan dianggap sebagai guru suci se-tanah Jawa. Dalam usia lanjut ia menentukan Kadilangu, Demak, sebagai daerah tinggalnya yang terakhir sampai ia wafat.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal biografi dan sejarah Wali Songo Sunan Kalijaga yang berjulukan Raden Said. Sumber Buku SKI Kelas XII MA. Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Sunan Kalijaga berjulukan orisinil Raden Said. Ayahnya, Tumenggung Wilatikta, walaupun ia termasuk keturunan Ranggawale yang beragama Hindu, tapi Tumenggung Wilatikta sendiri sudah masuk agama Islam. Sejak kecil Raden Said sudah diperkenalkan kepada agama Islam oleh guru agama di Kadipaten Tuban. Tetapi alasannya yakni melihat keadaan sekitar atau lingkungan yang pertentangan dengan kehidupan rakyat jelata maka jiwa Raden Said berontak. Gelora jiwa muda Raden Said seakan meledak-ledak manakalamelihat praktek oknum pejabat kadipaten Tuban yang kerap memeras penduduk atau rakyat jelata.
Rakyat yang pada waktu itu sudah sangat menderita karena ekspresi dominan kemarau panjang, semakin sengsara, mereka harus membayar pajak yang kadangkala tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Bahkan jauh dari kemampuan mereka. Seringkali jatah mereka untuk persediaan menghadapi ekspresi dominan panen berikutnya sudah disita para penarik pajak.
Walau Raden Said putera seorang bangsawan, ia lebih menyukai kehidupan bebas, yang tidak terikat watak istiadat kebangsawanan. Dia gemar bergaul dengan rakyat jelata atau dengan segala lapisan masyarakat, dari yang paling bawah sampai yang paling atas. Justru alasannya yakni pergaulannya yang supel itulah ia banyak mengetahui seluk beluk kehidupan rakyat Tuban. Selanjutnya ia bertahun-tahun mencar ilmu kepada Sunan Bonang, dengan meninggalkan ayah dan ibunya serta adikknya. Karena Raden Said tidak bersedia menggantikan kedudukan ayahnya, alhasil kedudukan Adipati Tuban diberikan kepada cucunya sendiri yaitu putera Dewi Rasawulan dan Empu Supa.
Raden Said meneruskan pengembaraannya berdakwah di Jawa Tengah sampai ke Jawa Barat. Beliau sangat berakal dan bijaksana dalam berdakwah sehingga sanggup diterima dan dianggap sebagai guru suci se-tanah Jawa. Dalam usia lanjut ia menentukan Kadilangu, Demak, sebagai daerah tinggalnya yang terakhir sampai ia wafat.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal biografi dan sejarah Wali Songo Sunan Kalijaga yang berjulukan Raden Said. Sumber Buku SKI Kelas XII MA. Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
0 Response to "Biografi Dan Sejarah Wali Songo Sunan Kalijaga (Raden Said)"