Periode ini juga disebut dengan ‘Asr al-Kitabah wa at-Tadwin. Kodifikasi (tadwin) hadis dalam periode ini yaitu pembukuan secara resmi yang didasarkan pada perintah kepala negara. Kodifikasi hadis secara resmi terjadi pada penghujung periode ke-1 Hijriah, ketika khalifah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz (w. 101 H) memerintah. Keinginan mengkodifikasikan hadis ini bergotong-royong telah timbul ketika ia menjabat sebagai gubernur di Madinah (86- 93 H) pada zaman al-Walid bin Abdul Malik berkuasa.
Setelah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz memerintah (99-101 H), dia menginstruksikan kepada seluruh ulama pada ketika itu untuk menghimpun hadis nabi yang tersebar di banyak sekali wilayah Islam. Mandat perihal kodifikasi hadis secara resmi ini diwujudkan dalam bentuk surat perintah, yang isinya memerintahkan biar seluruh hadis Nabi di masing-masing kawasan segera dihimpun.
Instruksi secara khusus disampaikan kepada Abu Bakar bin Muhammad ibn Amr ibn Hazm (gubernur Madinah, w. 117 H) biar mengumpulkan hadis yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al-Ansari (murid iman Siti ‘Aisyah) dan al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar (w. 107 H). Instruksi yang sama juga disampaikan kepada Muh ̣ammad bin Syihab az-Zuhri (w.124 H), yang dipandang sebagai orang yang lebih banyak mengetahui hadis dari pada yang lain.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kodifikasi hadis pada masa khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz. Menurut Muhammad al-Zafzaf kodifikasi hadis tersebut dilakukan karena:
Pertama, para ulama telah tersebar ke banyak sekali negeri, dikhawatirkan hadis akan hilang bersama wafatnya mereka, sementara generasi penerus diperkirakan tidak menaruh perhatian terhadap hadis.
Kedua, banyak isu yang diada-adakan oleh pelaku bid’ah ibarat Khawarij, Rafidah, Sy’iah dan lain-lain yang berupa hadis-hadis palsu.
2. Sejarah Hadis pada Masa Sahabat (Khulafa arRasyidin)
3. Sejarah Hadis pada Masa Tabi’in
Instruksi khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz tersebut direspon poisitif oleh umat Islam pada waktu itu, sehingga berhasil terkumpul catatan-catatan hadis. Hasil catatan para ulama berbeda-beda, Abu Bakar bin Hazm berhasil menghimpun hadis dalam jumlah yang berdasarkan para ulama kurang lengkap. Sedangkan Ibn Syihab az-Zuhri berhasil menghimpunnya lebih lengkap. Meskipun demikian, kitab himpunan hadis-hadis mereka tidak hingga ke kita. Ulama setelah az-Zuhri yang berhasil menghimpun kitab (tadwin) yang sanggup diwariskan kepada generasi kini yaitu Malik ibn Anas (93-179 H) di Madinah. Imam Malik menyusun kitab yang berjudul al-Muwatta’, yang selesai disusun pada tahun 143 H dan merupakan kitab hasil kodifikasi yang pertama. Kitab ini selain berisi hadis-hadis yang marfu’ juga terdapat hadis-hadis mauquf dan maqtu’.
Selain para ulama di atas, terdapat banyak ulama lain yang juga melaksanakan kodifikasi hadis. Di antara mereka yaitu Muhammad ibn Ishaq (w. 151 H), Ma’mar bin Rasyῑd (w.13 H), Abū Amr Abdurrahman al-Auza’i (w. 156 H), Sa’id bin Abu ‘Arubah (w. 151 H), Hammad ibn Salamah (w. 176 H), Abu Abdullah, Sufyan as-Sauri (w.161 H), Abdullah bin al-Mubarak (w. 181 H), Juraij bin Abdul Humaid (w. 188 H), dan alLais bin Sa’ad (w. 175 H). Kitab-kitab yang mereka susun kebanyakan tidak hingga kepada generasi sekarang. Datanya ditemukan dalam banyak sekali kitab karya ulama setelah mereka.
Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis. Yang dimaksudkan dengan masa seleksi atau penyaringan hadis yaitu masa upaya para mudawwin hadis melaksanakan seleksi secara ketat, sebagai kelanjutan upaya para ulama sebelumnya yang telah berhasil melahirkan kitab-kitab tadwin. Masa ini dimulai sekitar final periode ke-2 atau awal ke-3 hijrah atau pada ketika pemerintahan dinasti Abbasiyah.
Munculnya periode seleksi ini, alasannya yaitu pada periode tadwin belum berhasil dipisahkan antara hadis-hadis yang berasal dari Nabi (marfu’), sahabat (mauquf), dan tabi’in (maqtu’). Begitu pula belum sanggup dipisahkan antara hadis-hadis sahih ̣, hasan, dan da’if, bahkan masih terdapat hadis-hadis maudu’. Masa ini disebut dengan ‘Asr at-Tajr wa at Tashih wa at-Tanqih (masa penerimaan, pentashihan, dan penyempurnaan).
Kitab-kitab hadis yang berhasil disusun oleh para ulama hebat hadis pada periode ini sangat banyak di antaranya yaitu kitab enam standar atau yang disebut dengan al-Kutub as-Sittah. Karya-karya Muhammad ibn Ism’ail al-Bukhari (w. 256 H), Muslim (w. 271 H), ̣ Abu Dawud as-Sijistani (w. 275 H), Muhammad Ibn Isa at-Turmuzi (w. 279 H), Ahmad Ibn Syu’aib an-Nasa’i (w. 303 H), Ibnu Majah al-Qazwaini (w. 273 H) dan yang lain lain pada periode ini, telah menggunakan cara kodifikasi hadis secara sistematis, kritis dan dilakukan dengan penuh kesungguhan.
Setelah itu tidak ada karya-karya hadis lain yang mempunyai kualitas menyamai atau bahkan melebihi kitab-kitab karya mereka. Sampai ketika ini pula kita masih sanggup menikmati buah karya mereka yang hebat.
Setelah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz memerintah (99-101 H), dia menginstruksikan kepada seluruh ulama pada ketika itu untuk menghimpun hadis nabi yang tersebar di banyak sekali wilayah Islam. Mandat perihal kodifikasi hadis secara resmi ini diwujudkan dalam bentuk surat perintah, yang isinya memerintahkan biar seluruh hadis Nabi di masing-masing kawasan segera dihimpun.
Instruksi secara khusus disampaikan kepada Abu Bakar bin Muhammad ibn Amr ibn Hazm (gubernur Madinah, w. 117 H) biar mengumpulkan hadis yang ada pada Amrah binti Abdurrahman al-Ansari (murid iman Siti ‘Aisyah) dan al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar (w. 107 H). Instruksi yang sama juga disampaikan kepada Muh ̣ammad bin Syihab az-Zuhri (w.124 H), yang dipandang sebagai orang yang lebih banyak mengetahui hadis dari pada yang lain.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kodifikasi hadis pada masa khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz. Menurut Muhammad al-Zafzaf kodifikasi hadis tersebut dilakukan karena:
Pertama, para ulama telah tersebar ke banyak sekali negeri, dikhawatirkan hadis akan hilang bersama wafatnya mereka, sementara generasi penerus diperkirakan tidak menaruh perhatian terhadap hadis.
Kedua, banyak isu yang diada-adakan oleh pelaku bid’ah ibarat Khawarij, Rafidah, Sy’iah dan lain-lain yang berupa hadis-hadis palsu.
Baca Juga :
1. Sejarah Hadis Pada Masa Rasul Saw dan Metode Penyampaian Hadis Pada Masa Rasul Saw2. Sejarah Hadis pada Masa Sahabat (Khulafa arRasyidin)
3. Sejarah Hadis pada Masa Tabi’in
Instruksi khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz tersebut direspon poisitif oleh umat Islam pada waktu itu, sehingga berhasil terkumpul catatan-catatan hadis. Hasil catatan para ulama berbeda-beda, Abu Bakar bin Hazm berhasil menghimpun hadis dalam jumlah yang berdasarkan para ulama kurang lengkap. Sedangkan Ibn Syihab az-Zuhri berhasil menghimpunnya lebih lengkap. Meskipun demikian, kitab himpunan hadis-hadis mereka tidak hingga ke kita. Ulama setelah az-Zuhri yang berhasil menghimpun kitab (tadwin) yang sanggup diwariskan kepada generasi kini yaitu Malik ibn Anas (93-179 H) di Madinah. Imam Malik menyusun kitab yang berjudul al-Muwatta’, yang selesai disusun pada tahun 143 H dan merupakan kitab hasil kodifikasi yang pertama. Kitab ini selain berisi hadis-hadis yang marfu’ juga terdapat hadis-hadis mauquf dan maqtu’.
Selain para ulama di atas, terdapat banyak ulama lain yang juga melaksanakan kodifikasi hadis. Di antara mereka yaitu Muhammad ibn Ishaq (w. 151 H), Ma’mar bin Rasyῑd (w.13 H), Abū Amr Abdurrahman al-Auza’i (w. 156 H), Sa’id bin Abu ‘Arubah (w. 151 H), Hammad ibn Salamah (w. 176 H), Abu Abdullah, Sufyan as-Sauri (w.161 H), Abdullah bin al-Mubarak (w. 181 H), Juraij bin Abdul Humaid (w. 188 H), dan alLais bin Sa’ad (w. 175 H). Kitab-kitab yang mereka susun kebanyakan tidak hingga kepada generasi sekarang. Datanya ditemukan dalam banyak sekali kitab karya ulama setelah mereka.
Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis. Yang dimaksudkan dengan masa seleksi atau penyaringan hadis yaitu masa upaya para mudawwin hadis melaksanakan seleksi secara ketat, sebagai kelanjutan upaya para ulama sebelumnya yang telah berhasil melahirkan kitab-kitab tadwin. Masa ini dimulai sekitar final periode ke-2 atau awal ke-3 hijrah atau pada ketika pemerintahan dinasti Abbasiyah.
Munculnya periode seleksi ini, alasannya yaitu pada periode tadwin belum berhasil dipisahkan antara hadis-hadis yang berasal dari Nabi (marfu’), sahabat (mauquf), dan tabi’in (maqtu’). Begitu pula belum sanggup dipisahkan antara hadis-hadis sahih ̣, hasan, dan da’if, bahkan masih terdapat hadis-hadis maudu’. Masa ini disebut dengan ‘Asr at-Tajr wa at Tashih wa at-Tanqih (masa penerimaan, pentashihan, dan penyempurnaan).
Kitab-kitab hadis yang berhasil disusun oleh para ulama hebat hadis pada periode ini sangat banyak di antaranya yaitu kitab enam standar atau yang disebut dengan al-Kutub as-Sittah. Karya-karya Muhammad ibn Ism’ail al-Bukhari (w. 256 H), Muslim (w. 271 H), ̣ Abu Dawud as-Sijistani (w. 275 H), Muhammad Ibn Isa at-Turmuzi (w. 279 H), Ahmad Ibn Syu’aib an-Nasa’i (w. 303 H), Ibnu Majah al-Qazwaini (w. 273 H) dan yang lain lain pada periode ini, telah menggunakan cara kodifikasi hadis secara sistematis, kritis dan dilakukan dengan penuh kesungguhan.
Setelah itu tidak ada karya-karya hadis lain yang mempunyai kualitas menyamai atau bahkan melebihi kitab-kitab karya mereka. Sampai ketika ini pula kita masih sanggup menikmati buah karya mereka yang hebat.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan perihal sejarah hadis masa kodifikasi hadis awal periode ke-2 H. Semoga kita sanggup mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Hadis Ilmu Hadis Kelas X MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2014. Kujungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
0 Response to "Sejarah Hadis Masa Kodifikasi Hadis Awal Kala Ke-2 H"