Latest News

Surat Kaleng Indah Yang Tercecer

Pak Syukri tersenyum kecil sesudah berhenti berbicara. Dalam keadaan kelas menyerupai ini ia menentukan membisu ketimbang melanjutkan membuktikan pelajaran.  Dua atau tigas siswa yang duduk barisan belakang ruangan kelas, terlihat kusuk kasak. Mereka seperti mencuri kesempatan untuk berbicara.

 tersenyum kecil sesudah berhenti berbicara Surat Kaleng Indah yang Tercecer
Ilustrasi surat kaleng (pixabay.com)

          Dan itu terperinci teramati melalui sudut mata pak Syukri. Posisinya berdiri, menulis di papan tulis dikala membuktikan pelajaran agak menyamping. Dengan ekor mata akan sanggup mengawasi semua siswa di kelas itu meskipun sedang menulis di papan tulis.
         “Sepertinya, ada sesuatu yang kurang beres pada bawah umur bapak yang duduk di bab belakang,” cetus pak Sukri sesudah melempar senyum kecilnya.
          Spontan semua mata menoleh ke arah belakang ruangan kelas. Ingin tahu apa yang terjadi dengan teman-temannya yang duduk di formasi bab belakang. Yang merasa terganggu oleh tingkah temannya dibelakang melayangkan ucapan protes.
         Ada juga yang merespon dengan meneriakkan temannya yang telah menghentikan proses pembelajaran. Suasana kelas agak gaduh.
        “Sudah, sudah…” ujar pak Syukri memperlihatkan kode dengan tangan untuk meredakan bunyi siswa yang duduk di bab depan.
         Ketika suasana kelas sudah kondusif dan terkendali, pak Syukri menggarut-garut kepalanya yang memang tidak gatal.
        “Hm, yang lain diam, ya? Jangan berkomentar dulu alasannya yaitu bapak mau bertanya pada sahabat kalian yang duduk di bab belakang,” kata pak Syukri dengan bunyi berat dan berwibawa. “Ada apa gerangan yang terjadi dengan kalian yang duduk di bab belakang itu?”
         Siswa-siswa yang dimaksud pak Syukri tidak memberi respon. Namun tiba-tiba salah seorang di antaranya, maju ke depan kelas membawa sesuatu. Kemudian menyerahkan pada pak Syukri.
         “Apa ini?” tanya pak Syukri mengerinyitkan dahi.
      “Surat kaleng, pak,” sahut Jumadi menyerahkan secarik kertas seraya berbalik dan kembali ke kawasan duduknya di belakang.
            Pak Syukri membacanya sekilas. Namun kemudian menyimpan dalam saku celananya. Setelah itu kembali pak Syukri melanjutkan membuktikan pelajaran.
           Di kantor majelis guru, pak Syukri membaca isi secarik kertas yang diserahkan siswanya tadi.
         Nita, kau somse (sombong sekali) deh. Aku sudah usang suka padamu tetapi kau dingin aja. Tidak kah kau merasa salah seorang di antara temanmu menaruh simpati kepadamu? Salah seorang temanmu itu yaitu aku… (dariku yang mengagumimu, ES).
         Pak Syukri geleng-geleng kepala seraya tersenyum kecil. Bukan main anak sekolah zaman sekarang. Masih Sekolah Menengah Pertama sudah pintar menciptakan surat dengan kalimat indah
        “Hm.., maaf pak. Bapak memanggil saya?”
         Pak Syukri terkesima. Salah seorang murid wanita sudah bangun di hadapannya.
         “Oh, ya…Benar. “ sahut pak Syukri sedikit gugup.
        “Kamu sudah mengetahui, kenapa dipanggil ke ruangan ini?
        Anita Swara, siswa wanita itu menggeleng.
        “Hm, apakah selama ini kau merasa ada sahabat kau (laki-laki) yang begitu bersikap asing kepadamu?”
         Anita terdiam.
        “Ya, coba kau renung-renungkan sebentar. Mungkin ada di antara teman-teman kau yang bersimpatik padamu,” timpal pak Syukri.
          “Hmmm, ada pak. Dia sering mengganggu Nita,…” jadinya Anita teringat seorang temannya yang bersikap asing kepadanya.
          “Namanya?” pintas pak Syukri cepat.
          “Edward Samsir, pak.”
          “Oh, Edward.” Pak Syukri manggut-manggut.
           Ia mulai mengira jikalau pengirim surat kaleng yang dikantonginya, dengan inisial ES yaitu nama yang disebutkan Anita barusan.
         “Kamu yakin yang menulis surat kaleng ini, Edward Samsir?” tanya pak Syukri seraya memperlihatkan secarik surat yang ditulis tangan..
         Anita terkejut bukan main. Perlahan diamatinya surat yang diperlihatkan oleh pak Syukri. Darahnya berdesir manakala membaca isi surat kaleng itu. Malu, takut, berbaur jadi satu. Ia yakin benar jikalau itu yaitu goresan pena Edwar Samsir.
         “I…Iya…pak,” jawab Anita gugup.
         “Apa dasarnya keyakinanmu?”
         “Saya tahu bentuk goresan pena tangan Edward, pak.”
       “Ya, sudah... Terima kasih. Tapi surat ini bapak simpan, dan kau kembali ke kelas. Oke?”
        “Iya, pak.” Anita menyalami pak Syukri dan meninggalkan ruangan majelis guru.
     Keesokan harinya, pak Syukri memanggil Edward dan menasehatinya biar tidak mengulangi lagi perbuatan ceroboh tersebut. Pak Syukri menentukan untuk tidak membuatkan kasus inovasi surat kaleng di kelas itu. Tentunya biar kedua siswa tersebut tidak merasa malu.

0 Response to "Surat Kaleng Indah Yang Tercecer"

Total Pageviews