Setelah membelok ke kiri, Rusdi melewati jembatan Ombilin. Jembatan yang cukup panjang dan lebar. Rusdi sanggup menoleh ke kanan untuk menyaksikan jembatan kereta api dengan latar keindahan alam danau Singkarak.
Di ujung jembatan, jalan raya melintas sepasang rel kereta api. Rusti sedikit ekstra hati-hati mengendarai motornya. Pasalnya posisi jalan raya yang serong kanan melintasi rel kereta api rentan menciptakan ban kendaraan roda dua selip.
Tiba-tiba pegangan tangan Rusdi terasa bergetar. Ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi dengan ban motor sehingga jalannya motor tidak stabil.
Rusdi segera meminggirkan motornya. Sejenak menukikkan pandangan ke bab bawah velg motor. Ternyata ban motornya sudah kempes.
“Sepertinya bannya kempes, mas…” ujar Salmina seraya turun dari jok. Berdiri agak ke pinggir.
“Iya, tadi mas lupa menambah angin benennya, apalagi ban belakang nyaris botak,” sahut Rusdi seraya turun dari motor dan mematikan mesinnya. Kemudian memasang standar bangkit motornya.
“Numpang tanya, pak…Dimana daerah tempel benen terdekat, ya pak?” Rusdi bertanya pada pria setengah baya yang kebetulan lewat di daerah itu
“Oh, sekitar dua ratus meter lagi dari sini, pak…” sahut orang itu seraya menunjuk ke arah selatan jalan raya.
“Terima kasih, pak.”
“Iya, “ Pria itu mengangguk.
Rusdi memandang istrinya sejenak.
“Mina, kau tunggu mas di depan kedai itu,” ujar Rusdi menunjuk warung di seberang jalan.
“Ya, mas.” sahut Salmina seraya menoleh ke kiri dan kekanan jalan dan lalu menyeberang jalan.
Sementara itu Rusdi segera menyalakan motor. Tetapi ia bukan untuk mendorong motornya menuju daerah tempel benen. Melainkan menaiki motor dengan kondisi ban sedang kempes. Memang, motor terasa tidak stabil dan tidak lezat dikendarai.
Rusdi menemukan daerah tempel benan yang dicarinya. Menyeberang kalan ke sebelah kanan. Setelah bercakap-calkap dengan tukang tempel benen, Rusdi meninggalkan daerah itu. Berjalan kaki menuju warung dimana Salmina tadi menunggu.
“Motornya tidak ditunggui, mas?” tanya Salmina.
“Tidak apa-apa, kita serahkan saja pada tukang tambal benen,” sahut Rusdi.
“Nanti dicurangi oleh tukang tambal benen, mas.”
“Biar aja, Mina. Dia juga yang berdosa.”
Rusdi dan salmina mencari daerah duduk di sebelah warung. Di bawah pohon perindang di pinggir danau terdapat dingklik panjang daerah duduk.
Danau Singkarak terlihat beriak-riak kecil di tiup angin siang. Danau terluas kedua di Pulau Sumatera ini nampak membiru dengan latar belakang formasi bukit barisan di sebelah barat.
Simak kembali : Perjalanan Panjang Bagian Pertama
Tiba-tiba Rusdi teringat masa sekolah dulu dimana ia dan teman-temannya sering mengelilingi danau Singkarak memakai sepeda…. (Bersambung)
0 Response to "Perjalanan Panjang (Bagian Kedua)"